Kamis, 22 September 2016

ANDI WIJAYA, CEO PRODIA LABORATORIUM




Waktu Prodia berdiri, saya tinggal di Solo. Saya alumnus Institut Teknologi Bandung jurusan Farmasi, lulus 1963. Saya ditempatkan di Tawangmangu (Jateng), bekerja di kebun obat. Waktu di Solo, saya diminta mengajar Kimia Klinik di Universitas Atmajaya. Semua sarjana Farmasi disuruh mengajar, termasuk saya. Mengajar Kimia Klinik ini mengubah hidup saya yang sebetulnya bukan bidang saya.

Selain itu, disuatu rumah sakit saya pernah ngomong dengan salah seorang dokter, hati-hati kalau membutuhkan darah, karena pemeriksaan darah keliru. Dokter bilang, mengapa kamu tidak bikin laboratorium. Saya bilang, saya tidak punya uang dan tidak mengerti laboratorium klinik. Namun, dokternya menganggap saya ahli karena mengajar Kimia Klinik. Akhirnya, saya dan teman-teman berpikir dan membuka laboratorium klinik. Tahun 1973, kami berempat masing-masing menyetor uang Rp 45.000 untuk mengontrak ruangan di Pasar Nongko, Solo. Ruangannnya kecil.

Setelah dikelola dua tahun, pada 1975, kami membuka cabang di Jakarta, di garasi Apotek Titi Murni di Salemba. Saat berdiri laboratorium di Solo itu, omzet bulan pertama Rp 37.500 dari enam pasien. Padahal, untuk gajih dua orang dibutuhkan biaya Rp 50.000. Jadi, tidak cukup. Setelah setahun mulai bagus. Tahun 1975, merambah ke Jakarta.

Setelah 43 tahun, ada 256 cabang di seluruh Indonesia, di seluruh provinsi, kecuali Bengkulu, Kalimantan Utara dan Papua Barat. Jumlah pasien pada 2015 mencapai 2,3 juta setahun. Omzetnya Rp 1,2 triliun. Karyawan 3.500 orang. Prodia termasuk terbesar keenam di dunia. Saingannya, Amerika Serikat, Brasil, Mesir, India dan Tiongkok.

Di Indonesia peluang masih besar, yaitu 250 juta orang. Masyarakat kelas menengah juga terus meningkat, mencapai 90 juta orang. Pesaing dari luar negeri justru mau masuk ke pasar Indonesia. Namun, tantangan untuk bisa masuk cukup besar. Dua laboratorium dari Australia mau masuk, tetapi akhirnya tutup. Malaysia juga mencoba masuk dan membuka laboratorium di Medan, tetapi tidak laku.

Untuk keperluan laboratorium dibutuhkan pereaksi atau reagent. Banyak pereaksi yang harus diimpor. Kami baru bisa melayani 5 persen dari total kebutuhan. Kami juga mengimpor alat. Saya mempunyai cita-cita anak perusahaan Prodia Group yang sekarang mengimpor alat, suatu saat dapat merakit pembuatan alat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar